Senin, 03 Agustus 2009

Syekh Siti Jenar Menyatu dengan Dzat (Ajal) 76

Syekh Siti Jenar Menyatu dengan Dzat (Ajal) 76

“Tahukah andika siapa yang datang?” tanya Syekh Siti Jenar.

“Belum terlihat, sama sekali tidak tahu.” jawab Ki Donoboyo, meninggikan kakinya, matanya tertuju ke arah jalan yang akan dilewati tamu.

“Tidaklah perlu meninggikan kaki, apalagi menajamkan penglihatan…”

“Siapakah dia, Syekh?” tanya Ki Donoboyo, begitu juga yang lainnya.

“Mereka utusan dari negeri Demak Bintoro.”

“Artinya mereka akan menangkapi kita?” Ki Chantulo menepi.

Belum juga Ki Chantulo meneruskan perkataannya, utusan Demaka Bintoro telah terlihat menaiki anak tangga padepokan Syekh Siti Jenar. Paling Depan Pangeran Bayat berdampingan dengan Sunan Kudus, diikuti Pangeran Modang, Sunan Muria dan yang lainnya.

“Selamat datang para petinggi Demak Bintoro dan para Wali Agung di padepokan saya, Desa Khendarsawa.” Syekh Siti Jenar dengan senyum ramah menyambut para tamunya, “Maafkan seandainya andika dipaksa harus turun dari punggung kuda dan berjalan menaiki anak tangga padepokan yang tidak sedikit. Mungkin langkah andika tersita dan melelahkan?”

“Alhamdulillah, Syekh.” ujar Sunan Kudus, “Meski pun kami dipaksa harus berjalan kaki bukanlah soal. Karena sesulit apa pun menuju padepokan ini akan kami lakukan, yang jelas bisa menemui andika.”

“Bukankah setelah kesulitan ada kemudahan? Mungkin saja bagi andika semua belumlah bisa bertemu kemudahan dengan segera. Bisa jadi kesulitan yang berikutnya….”

“Apa maksud andika, Syekh?” Pangeran Modang geram, lalu mendekat dengan sorot mata beringas, “Hargailah, kami ini utusan Agung dari Kasultanan Demak Bintoro!”


Bersambung……..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar