Syekh Siti Jenar Menyatu dengan Dzat (Ajal) 67
Juli 14, 2008 oleh herdipamungkasred
“Maafkan saya, Kanjeng.” Raden Patah perlahan mengangkat kepalanya, “Jika itu terjadi dan menimpa rakyat negeri Demak Bintoro, mungkin saya sebagai pemimpin akan menerima hukumannya di akhirat. Mudah-mudahan yang dilaporkan Dimas Bayat benar. Hal itu tidak terjadi di negeri ini….”
“Yakinkah, Raden?”
“Saya percaya pada Dimas Bayat, Kanjeng Sunan.”
“Hamba melaporkan dengan sesungguhnya. Berdasarkan pendengaran dan penglihatan hamba.” ujar Pangeran Bayat.
“Baguslah jika yakin sebatas laporan, Raden.” Sunan Giri perlahan bangkit dari duduknya, lalu mengitari singgasana Raden Patah. “Tahukah Raden tujuan utama kedatangan kami, dewan wali ke istana ini?”
“Tentu saja, Kanjeng.” Raden Patah perlahan memicingkan sudut matanya, menatap langkah kaki Sunan Giri. “Bukankah di negeri ini telah muncul persoalan yang terkait dengan Syekh Siti Jenar dan pengikutnya, Kanjeng?”
“Benar,” Sunan Giri menghentikan langkahnya, lalu kembali duduk di atas kursinya. “Ada kabar jika Syekh Siti Jenar menyebarkan ajaran sesat. Pengikutnya terutama rakyat miskin dan kelaparan banyak yang mengakhiri hidupnya.”
“Mereka bunuh diri, Kanjeng?” ujar Raden Patah, “Mereka mengaggap bahwa mati lebih nikmat dari pada hidup dalam kemiskinan. Syekh Siti Jenar pada pengikutnya menghembuskan ajaran hidup untuk mati, mati untuk hidup.”
“Pisahkan dulu persoalan mati untuk hidup, hidup untuk mati, tentang ajaran Syekh Siti Jenar!”
“Kenapa, Kanjeng?”
“Lihat dan perhatikan, jika yang bunuh diri itu si miskin dan menderita…”
“Mengapa harus dipisahkan persoalan ini? Rakyat Demak Bintoro yang miskin tentu saja mudah dihasut akhirnya nekat bunuh diri. Apalagi mendengar ajaran yang menyesatkan ini.”
“Persoalannya karena miskin, Raden. Bukankah tadi dikatakan, jika di negeri makmur ini sudah tidak ada lagi yang miskin dan kelaparan?”
“Astagfirullah!” Raden Patah lalu mengusapkan kedua telapak tangannya pada wajah, “Ya, Allah maafkan hambamu ini. Hamba telah berbuat hilap….” dari sela-sela jemarinya menetes buliran air mata, semakin lama semakin banyak.
Bersambung………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar