Senin, 03 Agustus 2009

Syekh Siti Jenar Menyatu dengan Dzat (Ajal) 63

Syekh Siti Jenar Menyatu dengan Dzat (Ajal) 63

“Kanjeng Sunan Bonang?” Sunan Drajat mengangukan kepala, meski tidak mengerti. Hatinya seakan-akan disusupi nasihat yang sebelumnya tidak pernah diketahui. “Saya harus menafsirkannya…”

“Apa yang telah terjadi? Kenapa saling memberi isyarah?” Pangeran Bayat kebingungan. “Kanjeng Sunan Giri?”

“Saya juga tidak terlalu paham, Pangeran.” bisiknya, lalu menatap Sunan Bonang. “Kanjeng Sunan Bonang?”

“Tidak ada hal yang perlu dikhawtirkan, Kanjeng Sunan Giri.” ujar Sunan Bonang, “Putusan terbaik dalam menyikapi Syekh Siti Jenar dan pengikutnya, kita mesti menunggu keputusan Raden Patah, sesuai dengan pendapat Kanjeng. Kami berisyarah setuju pada perkataan Kanjeng Sunan Giri tadi.”

“Baiklah jika demikian. Kita bersidang dengan pihak pemerintahan demi mengambil keputusan.” Sunan Giri mengaggukan kepala, lalu perlahan bangkit dari duduknya.

“Kanjeng, jika demikian saya mohon pamit.” ujar Demang Bintoro. “Karena tugas saya sudah selesai, sedangkan persidangan merupakan wewenang para wali dan pemerintah.”

“Baiklah, Ki Demang.” Sunan Giri menerima kedua telapak tangan Demang Bintoro yang mengajak bersalaman. “Semoga kalian selamat diperjalanan. Persoalan tadi akan kami tindaklanjuti, agar tidak terlanjur dan terlunta-lunta hingga mengakibatkan kesesatan bagi umat.”

***

Matahari mulai merayap, perlahan meredup seakan-akan terlihat lelah dan ngantuk. Seharian memelototi bumi beserta isinya, menatap setiap tingkah dan laku manusia yang beragam. Matahari sudah waktunya kembali dan beristirahat di peraduannya, seiring dengan datangnya gelap malam.

Namun penghuni jagat raya seakan tidak peduli meski matahari tidak lagi memelototi dan menerangi, biar kerlip gemintang sebagai pengganti, saksi mereka bertingkahlaku. Malam hanya perpindahan dari terang pada gelap, dari benderang pada kremangan. Hingga tidak pernah menghalangi dan menyurutkan niat dan langkah manusia dengan segenap tekad dan keinginannya untuk berbuat.

Pinggir hutan di halaman pendopo milik Kebo Benowo dan pengikutnya, berkelebatan bayangan tubuh yang sedang berlatih silat. Joyo Dento dan Kebo Benongo bergantian mengajarkan setiap jurus dan strategi perang.

Bersambung……..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar