Syekh Siti Jenar Menyatu dengan Dzat (Ajal) 36
Maret 26, 2008 oleh herdipamungkasred
“Baguslah jika andika setuju.” Kebo Benowo tersenyum bahagia, lalu melirik ke arah Joyo Dento, dalam benaknya menaruh berjuta harapan demi cita-citanya menggenggam kekuasaan di negeri Demak Bintoro. “Apa rencana berikutnya, Dento?”
“Baiklah, kita menyusun strategi berikutnya.” Joyo Dento menempelkan jari dikeningnya seakan-akan berpikir sangat keras.
***
“Syekh, rasanya sangat berat untuk menempuh jalan ma’rifat.” Kebo Kenongo nampak tidak ceria.
“Ya, tentu saja.”
“Mungkinkah saya harus bertahap? Menurut tahapan ilmu, Syekh?”
“Tidak selalu, Ki Ageng Pengging.” Syekh Siti Jenar perlahan bangkit dari duduknya. “Bukankah saya menyarankan jika seandainya andika kesulitan mengikuti ilmu Islam, hendaknya ikutilah ajaran agama yang andika anut. Bukankah andika tinggal satu atau dua langkah lagi menuju ma’rifat, setelah itu akrab. Orang yang akrab dengan Allah itulah seperti yang pernah saya uraikan sebelumnya.”
“Ya,” Kebo Kenongo menggeleng, “Itu dibicarakan sangatlah mudah, Syekh. Namun untuk melaksanakannya terasa berat, dan sulit untuk membuka tabirnya. Jika sekali saja tabir itu sudah terbuka tentulah berikutnya akan lebih mudah.”
“Benar,” Syekh Siti Jenar terdiam sejenak, matanya yang sejuk dan tajam beradu tatap dengan Kebo Kenongo. “Ya, hanya Sunan Kalijaga yang bisa…” gumamnya.
“Sunan Kalijaga?”
“Tidak perlu dipikirkan! Apalagi mempertanyakannya.” Syekh Siti Jenar kembali ke tempat duduknya.
***
“Kanjeng Sunan Giri, tahukah anda tentang Syekh Siti Jenar?” tanya seorang jemaah paruhbaya, usai melaksanakan sholat zuhur di masjid Demak.
“Ya,” Sunan Giri menatapnya, “Memang kenapa dengan Syekh Siti Jenar, Ki Demang?”
“Dia telah meresahkan.” jawab Ki Demang.
“Meresahkan?”
“Ya,”
“Memang apa yang telah dia perbuat, Ki Demang?”
“Syekh Siti Jenar telah mengacaukan keadaan rakyat negeri Demak Bintoro, Kanjeng.”
“Maksud, Ki Demang?” Sunan Giri mengerutkan dahinya.
Bersambung………….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar