Senin, 03 Agustus 2009

Syekh Siti Jenar Menyatu dengan Dzat (Ajal) 29

Syekh Siti Jenar Menyatu dengan Dzat (Ajal) 29

Oleh Herdi Pamungkas

“Ya, itu sedikit ilmu yang saya pelajari dari keMaha Besaran Allah. Mungkin yang mengawal saya kemana pun pergi adalah ilmu yang saya miliki. Sehingga dengan ilmu itu saya pun bisa memanggil prajurit Allah yang empat.” tambah Syekh Siti Jenar.

“Prajurit Allah?” kerut Kebo Kenongo. “Apakah para Malaikat? Kalau di dalam agama saya para Dewa dan Hyang Jagatnata, penguasa triloka.”

”Prajurit Allah bukan Malaikat. Saya tidak akan berbicara tentang para Dewa.” berhenti sejenak, lalu tatapan matanya menyapu wajah Kebo Kenongo.

“Namun yang akan saya bicarakan prajurit Allah. Ingat bukan Malaikat,”

“Kenapa bukan Malaikat? Bukankah Malaikat bisa mencabut nyawa manusia dan bangsa jin yang goib?” tanya Kebo Kenongo.

“Meskipun demikian Malaikat hanyalah makhluk Allah, tidak beda dengan kita. Hanya yang membedakan kita dengan Malaikat, dia adalah goib. Malaikat memiliki keimanan tetap dan tidak pernah berubah, berbeda dengan bangsa manusia dan jin. Namun meski bagaimana pun tetap saja manusia makhluk yang paling mulia, tetapi sebaliknya derajat kemulian yang diberikan Allah kepada manusia akan lenyap. Bahkan manusia akan didapati sebagai makhluk yang lebih rendah dan hina dibawah binatang.” urai Syekh Siti Jenar.

“Lalu prajurit yang dimaksud?”

”Yang dimaksud prajurit tentu saja penyerang, penghancur, perusak, dengan segala tugas yang diembannya.”

“Mungkinkah mirip dengan Dewa Syiwa?”

“Mungkin, Ki Ageng.” Syekh Siti Jenar berhenti sejenak. “Sedangkan prajurit Allah yang empat disini pun fungsi dan tugasnya untuk menghancurkan, merusak, dengan tujuan manusia berbalik pada jalan lurus. Mengingatkan kekeliruan yang pernah diperbuat oleh para khalifah bumi. Tujuannya tentu saja menyadarkan, jika yang menedapatkan taufiq dan hidayah. Adzab dan siksa bagi mereka yang tidak pernah mau bertobat dan kembali kepada jalan yang lurus.”

“Lalu siapa yang dimaksud dengan prajurit Allah yang empat tadi, Syekh?”

Bersambung…….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar